Bagaimana tema LGBT dalam pendidikan Indonesia? Akhir-akhir ini, persoalan LGBT begitu menarik perhatian publik. Terakhir saya update berita mengenai walikota Bandung Ridwan Kamil yang menolak LGBT. Penolakan itu berlaku baik di sosmed maupun dalam bentuk perayaan di jalanan Bandung.
![]() |
| Ridwan Kamil menolak LGBT di Bandung |
Ungkapan Kang Emil tersebut adalah bagian dari respon dibentuknya komunitas pendukung LGBT oleh mahasiswa UI. Para mahasiswa dan alumnus UI membentuk sebuah kelompok Support Group and Resource Center on Sexuality Studies (SGRC).
Pendapat yang agak berbeda disuarakan Ahok. Ia mengatakan LGBT memang sudah dari sananya demikian. Pendapat tersebut mengacu pada kaum Luth. Dibanding RK, pendapat Ahok jauh lebih netral. Sebab meski ia sepertinya tak setuju, ia juga berpendapat menjadi “LGBT tidaklah menentang hukum”. Berbeda dengan Ridwan Kamil yang sampai mau melarang perayaan LGBT di kota yang ia pimpin.
.
Tema LGBT dalam Pendidikan di Indonesia
Lalu bagaimana dunia pendidikan mesti menyikapi ini? Tema LGBT jarang dibahas di dunia pendidikan Indonesia. Tapi kalau tema LGBT akan di bahas di dunia pendidikan Indonesia, bagi saya jawabannya ada tiga: menentang mati-matian, menjadi pihak yang netral, dan menjadi pihak yang mendukung.Saya super yakin kebanyakan guru Indonesia menentang LGBT. Alasannya simpel, karena agama mereka menyuruh menentang LGBT. Kalau kita bicara agama, segala sesuatunya memang akan deadlock. End of Discussion. Itu jadi pilihan masing-masing orang.
Tapi jelas cara pikir seperti itu tak bisa diterapkan untuk mengatur Indonesia yang majemuk. Mari kita pelajari perlahan-lahan dengan netral. Berikut ini terdapat lima poin yang sebaiknya harus dipertimbangkan guru terkait permasalah LGBT. Kelimanya penting agar ketika kita membahas tema LGBT di ruang kelas, kita dibackup dengan argument yang logis.
.
5 Hal Mengenai LGBT yang Guru Harus Tahu
- Pertama, selain kisah Nabi Luth, kita tak punya bukti valid soal kaum LGBT yang menjadi ancaman. Diskriminasi terhadap LGBT sudah terjadi sejak zaman pertengahan hingga pencerahan di Eropa. Memang ada kasus pembunuhan mengerikan yang dilakukan LGBT. Misal kasus Ryan Jombang. Tapi demikian juga dengan orang-orang yang normal, seperti Agustay yang mencabuli Angeline.
- LGBT bukanlah budaya yang sepenuhnya asing. Di Jawa, ada semacam tradisi mengenai hubungan sejenis antara laki-laki dewasa dengan remaja yang masih muda. “T” untuk transgender pada LGBT juga sudah menjadi adat masyarakat bugis. Dalam masyarakat bugis, dikenal adanya bissu yang merupakan campuran laki-laki dan perempuan. Budaya bugis secara umum juga mengakui lima gender: laki-laki, wanita, wanita mirip laki-laki, laki-laki mirip wanita, dan bissu. Antar masing-masing gender tak dianggap lebih inferior.
- Ketiga, LGBT bukanlah penyakit seperti yang selama ini kita duga. American Psychology Association menyatakan tak ada bukti ilmiah bahwa gay adalah penyakit. Silahkan baca referensi resmi APA dan bukti dari penelitian yang dilakukan dr Hooker.
- Keempat, kalaupun LGBT salah, ia tidak akan membuat kita masuk neraka. Ia akan dibakar tanpa memaksa Anda ikut dengannya. Kita yang muslim bisa menoleransi umat Kristen. Kita yang Buddha bisa menoleransi umat Kristen. Padahal, bisa saja mereka “menulari” iman kita. Tapi kita bisa bertoleransi kan? Lalu apa salahnya dengan LGBT?
- Kelima dan terakhir, jumlah orang dengan LGBT tak akan pernah melebihi mereka yang “normal”. Ketika LGBT tak menikah dan dipaksa punya anak, gen mereka tak akan terwariskan sehingga jumlah mereka dalam populasi justru makin menyusut.
Bijak Membahas LGBT dalam Pendidikan Indonesia
Kelima hal di atas, saya susun senetral mungkin. Saya tak mau jatuh dalam bias seperti yang dilakukan para apologis. Dari kelimanya, ditambah fakta kebanyakan agama menetang LGBT, saya kira guru hendaknya lebih bijak.
Jangan mengajarkan untuk mendukung atau menentang LGBT. Fakta bahwa agama menentang dan kelima poin di atas, sah-sah saja diberikan. Tapi jangan sampai kita menghakimi siswa yang punya pendapat berbeda.
Bagi saya, apa yang disuarakan Menristek Muhammad Nasir tempo lalu adalah contoh sangat buruk. Ia menentang LGBT dan menganggap seolah-olah bila kita mendukungnya kita menjadi amoral. Padahal, sudah jelas siapa yang merupakan korban dan sering didzalimi tanpa alasan yang jelas selama ini.


0 Response to "Ridwan Kamil dan LGBT dalam Pendidikan Kita"
Posting Komentar