Cerita Pembebasan Sang Guru PKN

Bagaimana bisa seorang guru PKN bicara soal pendidikan pembebasan?

pendidikan pembebasan


Namanya Rika, seorang rekan kerja yang dulunya mengajar sebagai honorer matpel PKN di sekolah. Dia karismatik, penuh ide, dan sudut pandangnya sangat unik. Bertemu dengannya adalah satu kesempatan berbanding seratus. Ia mengajarkan pada saya mengenai pendidikan pembebasan. Padahal, yang ia ajarkan sangat dekat –bahkan mungkin sudah masuk- jurang brainwashing “NKRI harga mati!”.

Dia menyebut sekolah adalah properti milik orang-orang dewasa. Tempat ini didesain khusus untuk tujuan palsu. Agar anak-anak berlaku sesuai adat budaya, dan agar siswa mencintai bangsanya. Untuk apa? Ide-ide seperti itu tak pernah mampir di kepala anak-anak. Orang dewasa yang menanamkannya semata-mata melihat anak kecil sebagai produk yang harus ia buat agar sesuai tujuannya. Muse menyanyikannya dengan apik dalam United of Eurasia.

Why split this state, when theret can be only one?
Must we do as we’re told?

Itulah salah satu tujuan diadakannya pendidikan “pokoknya benar” seperti PKN dan agama. Anak-anak tak pernah diberi kesempatan berpikir netral, hingga usianya siap untuk memilih. Kondisi mental mereka yang belum mampu memilih dimanfaatkan sebagai periode cuci otak dimana orangtua bebas menjejalkan apa yang mereka anggap benar.

Sebenarnya bila pendapat itu keluar dari orang-orang filsafat khususnya Marxist, saya tak akan begitu kaget. Atau pada orang-orang dari gerakan anarkhi yang percaya manusia bisa hidup tanpa pemerintahan.

Yang unik, pandangan itu keluar dari seorang mantan guru honorer PKN. Dia jelas punya pengetahuan dan intensi menakjubkan hingga sampai pada kesimpulan itu. Atau setidaknya, pikirannya memang sulit dikerangkeng dalam kurungan bernama “normal”.
 .

Nasionalisme dan Pendidikan Pembebasan


Lalu seperti apa kamu mengajarkan nasionalisme? tanya saya.

Ia mengatakan pendidikan PKN sekarang tak sepenuhnya berisi doktrinasi seperti P4. Yang kebanyakan terjadi adalah hafalan sana sini mengenai pasal apa dan pasal ini. Anak-anak dibuat lupa dan akhirnya mereka dibuat tak perlu berpikir soal nasionalisme dan sistem pemerintahan. Mereka “cukup tahu”.
Kalaupun terjadi doktrinasi, yang berlaku paling-paling persoalan PKI.

“Soal PKI tak percaya tuhan,” begitu katanya. Dia menantang muridnya yang mengatakan semua anggota PKI patut dihukum. Sebab, hanya segelintir anggota PKI yang berbuat kriminal -kalaupun benar. Selebihnya hanya simpatisan. Apa bedanya dengan islamophobia yang menggeneralisasikan umat islam karena segelintir oknum teroris? Kita memang sering merasa didzalimi tanpa sadar mendzalimi.

Saya berkata ke Rika bahwa di Kurikulum 2013 ada standar komptensi soal ketuhanan yang harus diusahakan guru. Kalau saya jadi guru biologi kelak, saya harus membuat murid saya kagum atas fakta tuhan menciptakan keanekaragaman.

“Itu berat”, ia setuju dengan saya. Bahkan meski ia berada di kelompok kanan yang melihat pendidikan pembebasan sebagai bagian dari doktrinasi... hanya tuhan yang tahu siapa yang kagum pada dirinya.

0 Response to "Cerita Pembebasan Sang Guru PKN"

Posting Komentar