Efek washback merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut pengaruh asesmen atau tes pada pembelajaran. Di Indonesia, efek ini –kemungkinan besar- dapat dilihat pada pembelajaran di kelas VI, IX, dan XII. Sering guru mengisi pembelajaran layaknya guru-guru bimbel dengan menjejali materi agar siswanya lulus UAS maupun UN. Namun ini tak berarti, semua guru melakukan hal yang sama.
Sekilas Mengenai Penilaian Pendidikan
Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik (BSNP, 2007:5). Menurut Bambang Subali (2010:4), penilaian atau asesmen (assessment) adalah prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi untuk mengukur taraf pengetahuan dan keterampilan subyek didik yang hasilnya akan digunakan untuk keperluan evaluasi.
Penilaian hasil belajar peserta didik dapat dilakukan melalui beberapa teknik, salah satunya teknik penilaian menggunakan tes. Teknik tes dibedakan menjadi tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja (BSNP, 2007:8). Contoh teknik tes tertulis adalah ulangan harian, ulangan akhir semester, dan ujian nasional.
.
Efek Washback Ujian Nasional dan Dampak Negatifnya
Selain dapat dibedakan berdasarkan tekniknya, penilaian juga bisa dibedakan dari pengaruhnya. Jenis penilaian yang dianggap memiliki efek besar disebut high stakes testing. Ujian nasional merupakan contoh high stakes testing. Ujian Nasional mampu menyita perhatian hampir semua kalangan masyarakat Indonesia –mulai dari wali murid hingga presiden-.
Besarnya efek ujian nasional, tak bisa dipungkiri dapat berpengaruh pada pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. Menurut Alderson dan Wall (dalam Cheng, 1997:1) terdapat beberapa bukti bahwa tes memiliki dampak dalam pembelajaran. Dampak tes terhadap pembelajaran sendiri sering disebut sebagai “efek washback”.
Menurut Alderson (1992:6) pengaruh tes terhadap pembelajaran dapat berdampak positif maupun negatif. Pengaruh negatif dicontohkan oleh fenomena pembelajaran berorientasi tes. Vernon (dalam Yi-Ching Pan, 2009:260) mengemukakan guru-guru cenderung mengacuhkan subjek dan aktivitas yang secara langsung tidak berkaitan dengan langkah yang memuluskan siswa dalam sebuah ujian, dan sebuah tes dengan demikian telah merubah kurikulum dengan cara yang negatif. Hal ini senada dengan pendapat Sekjen FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia), Retno Listyarti. Ia berpendapat ujian nasional mengakibatkan kurikulum jenis apapun dengan metode pembelajaran apapun akan mentah kembali (kompas). Sebagai contoh, pembelajaran di kelas VI, IX, dan XII yang hampir setengahnya diisi dengan simulasi ujian, hafalan materi, dan bahkan rapel materi dari awal hingga akhir jenjang.
.
Guru Harus Yakin Terlebih Dahulu
Akan tetapi sebagaimana diungkapkan Chapman dan Snyder J. (dalam Yi-Ching Pan, 2009:262), pada dasarnya bukan tes yang merubah perilaku guru, akan tetapi keyakinan guru terhadap teslah yang mempengaruhi perilakunya. Wall (dalam Yi-Ching Pan,2009:262) mengemukakan bahwa tes tidak bisa mempengaruhi guru untuk merubah praktik pembelajaran yang mereka jalankan apabila:
- Mereka tidak berkomitmen untuk melakukannya
- Mereka tidak bisa melakukannya
Ini artinya, guru Indonesia tak serta merta akan berubah lantaran dihadapkan pada high stakes testing seperti Unas. Guru yang menganggap Unas hanya sebagai ujian biasa –misalnya- tak akan banyak melakukan persiapan untuk ujian nasional. Hal yang terbilang sulit, sebab Ujian Nasional dipandang sangat krusial bagi Dinas Pendidikan per daerah dan pemerintah. Bukan kasus baru kepala sekolah dan guru mendapat tekanan dari dinas pendidikan. Headline berapa persen siswa yang lulus semakin memicu guru untuk sekedar meloloskan siswanya menghadapi UN, dan mengabaikan pembelajaran yang ideal. Bisa dibilang, guru yang mampu melawan arus efek washback, adalah guru yang punya idealitas tinggi.

0 Response to "Efek Washback Ujian Nasional terhadap Proses Pembelajaran di Indonesia"
Posting Komentar