Sekitar Desember 2014, saya melakukan sebuah penelitian demi gelar sarjana dengan tema pembelajaran berbasis inkuiri. Saya tak bisa menyebutnya sebagai skripsi yang bagus. Masih banyak kekurangan terkait keterbatasan saya sendiri. Tapi ada banyak hal menarik yang saya dapat dari skripsi pembelajaran berbasis inkuiri ini. Dan beberapa hal di bawah ini mungkin dapat membantu teman-teman yang ingin melakukan penelitian serupa.
.
9 Poin Koreksi dan Saran Terkait Skripsi Pembelajaran Berbasis Inkuiri yang Saya Lakukan
- Pertama, penelitian saya hanya mengungkap persepsi guru dan persepsi siswa sebagai data pendukung. Saya belum benar-benar melihat apakah dalam implementasinya guru melakukan pembelajaran berbasis inkuiri.
- Pembelajaran berbasis inkuiri didefinisikan sebagai pembelajaran menggunakan beberapa model inkuiri yang bisa dibedakan secara hierarkis (silahkan baca Level of Inquiry yang ditulis Wenning disini). Menurut Wenning, level inkuiri bisa dibedakan menjadi level Dscovery Learning, Interactive Demonstration, Inquiry Lessons, Inquiry Lab (Guided inquiry Lab, Bounded inquiry Lab, dan Free inquiry Lab), Real World Application, dan Hypothetical Inquiry (Pure hypothetical inquiry serta Applied hypothetical inquiry).
- Pada penelitian skripsi pembelajaran berbasis inkuiri tersebut, juga diteliti frekuensi guru melatihkan aspek-aspek inkuiri dan kesulitan melakukannya.
- Salah satu faktor yang diteliti adalah korelasi pembelajaran berbasis inkuiri dengan jenjang kelas. Jenjang kelas dianggap menjadi faktor pembeda karena sifat materi yang diajarkan berbeda, SK dan KD berbeda, kondisi siswa berbeda, hingga adanya tantangan tiap jenjang yang berbeda (misal, di kelas XII siswa cenderung lebih fokus pada UN).
- Dengan asumsi guru jujur, saya menemukan adanya pengulangan pengajaran aspek-aspek inkuiri terus menerus. Misalnya pada poin “mengajarkan pada siswa cara merumuskan tujuan investigasi”, jumlah guru kelas X, XI, dan XII yang mengajarkannya tak jauh beda. Semuanya memiliki persentase terbesar pada kategori 1-2 kali melatihkan dalam satu tahun. Dari sini, bisa jadi guru mengajarkan poin yang sama berulang-ulang atau ada sedikit penambahan ilmu. Saya tak tahu, sebab pertanyaannya berakhir disitu.
- Persentase pembelajaran inkuiri yang dilakukan makin menurun seiring dengan makin meningkatnya level pembelajaran inkuiri. Kurang dari setengah guru yang melakukan lebih dari dua kali pembelajaran hypothetical inquiry padahal kebanyakan guru mengajar banyak kelas. Yang paling sering dilakukan tentu saja level inquiry terendah, “discovery learning”, dimana pembelajarannya hanya berupa “penemuan konsep” dengan dialog atau pengamatan sederhana. Tanpa tujuan, hipotesis, dst.
- Penelitian skripsi pembelajaran berbasis inkuiri yang saya lakukan masih sangat kurang dalam membahas persoalan korelasi dengan jenjang kelas. Seharusnya saya bisa mewawancarai guru dengan sudut pandang mereka sebagai guru biologi kelas X, XI, atau XII.
- Karena saya melihat dari korelasi guru per jenjang, ada sedikit kesulitan karena banyak guru mengajar lebih dari satu jenjang. Sering para guru mengisi kuesioner tanpa memperhatikan bahwa pertanyaan tersebut hanya untuknya “sebagai guru kelas X atau kelas Y”.
- Saya meneliti di sekolah yang masih menerapkan KTSP. Untuk sekolah yang sudah menerapkan K 2013, hal ini akan menarik diamati karena silabus yang diberikan dari pusat sepertinya lebih rinci.Kegiatan lab dengan pembelajaran berbasis inkuiri yang paling banyak dilakukan adalah guided inquiry lab. Ini merupakan level paling rendah pembelajaran berbasis inkuiri di lab. Artinya siswa dalam melakukan kegiatan lab lebih sering dituntun dari mulai cara kerja hingga pengambilan kesimpulan.
Semoga bermanfaat.
![]() |
| Hanya sedikit catatan soal skripsi pembelajaran berbasis inkuiri setahun yang lalu :) |

0 Response to "Sedikit Catatan Mengenai Skripsi Pembelajaran Berbasis Inkuiri"
Posting Komentar