Gaji Guru Honorer dan APBN yang Terkuras

Orang dengan sinis mengatakan para kapitalis menganggap negara tak ubahnya seperti perusahaan. Saya bukan kapitalis dan saya melihat negara seperti  perusahaan.

“Sistem manusia” pada dasarnya, pasti akan ada bawahan dan atasan. Untuk maju, jelas diperlukan usaha yang semakin besar seiring level kemajuan yang ingin diraih. Terkait dengan guru, kita bisa melihat betapa bobroknya perusahaan bernama Indonesia.

Guru bila diibaratkan dalam sebuah perusahaan adalah mereka yang mentraining sumber daya manusia alias para pekerjanya. Bahkan ia juga yang berkepentingan melatih bos besar perusahaan tersebut.

Keberadaan para pelatih ini memang tak secara langsung membuat omset meningkat. Tapi ia jadi kunci di balik orang yang meningkatkan omset. Sebab dengan tangan-tangan mereka, pegawai yang tadinya tak tahu mengurus administrasi jadi bisa mengurus administrasi... customer service yang tadinya tak bisa tersenyum, kini jadi orang paling ramah sedunia... dengan demikian omset bisa meningkat tajam. Sebab, bukan hanya intensitas kerja pegawai yang melonjak, tapi kualitasnya juga.

Artinya, guru memiliki peran sangat vital dalam kemajuan negara. Tapi mari kita tengok dompet mereka. Guru PNS sudah cukup hidup dengan tunjangan sertifikasi. Tapi bagaimana dengan guru-guru non PNS atau honorer yang jumlahnya tak bisa dibilang sedikit?

Andaikata di satu sekolah ada satu saja guru honorer yang mengajar satu kelas di antara 6 kelas paralel, maka ada 16 persen kelas siswa yang diajar oleh guru yang ngos-ngosan soal biaya. Silahkan kalikan dan hitung sendiri berapa persen siswa yang harus diajar oleh guru yang masih pusing soal keuangan secara keseluruhan.

Saya tidak mengatakan guru honorer kualitasnya buruk. Akan tetapi, resikonya lebih besar ketika anak diajar oleh guru yang masih lapar dengan guru yang sudah kenyang.

Secara sistemik, hal demikian juga haram dilakukan. Masa Anda menggaji pelatih lebih rendah daripada yang dilatih? Bandingkanlah buruh yang digaji dengan UMR. Sedangkan guru honorer digaji tanpa ada standar apapun. Mereka tak dilindungi oleh pemerintah ketika mendapat pendapatan yang begitu minim. Apa negara sadar yang mereka lakukan?

Gaji Guru Honorer dan APBN Melonjak

 

Kenapa Tak Ada UMR untuk Gaji Guru Honorer?


Sayangnya, kadang negara bukan hanya tidak sadar tapi juga memang sengaja demikian. Ada yang menganggap penetapan gaji guru bisa “merugikan negara”. Buruh boleh menuntut UMR karena digaji swasta sehingga tidak mengeruk APBN. Tapi bagaimana dengan gaji guru honorer? Gaji guru honorer tentu harus diambil dari APBN bangsa ini. Mungkin inilah yang membuat pemerintah enggan mengatur persoalan UMR bagi guru honorer.

Kadang lucu ya? Pemerintah sibuk menuding perusahaan agar menggaji karyawannya sesuai UMR, tapi mereka sendiri peduli setan dengan orang-orang yang bekerja padanya.

Memang bila dilihat dari efek jangka pendeknya, menggaji guru dengan tinggi –apalagi meningkatkan gaji guru honorer- merugikan APBN. Sekarang saja banyak suara negative terkait persoalan guru mendapat sertifikasi sehingga bisa kredit ini itu. Tapi sekali lagi bila Indonesia ini adalah perusahaan, maka kita jelas tak bisa melepaskan peran para pelatih ini. Merekalah yang berperan menciptakan pengusaha, menciptakan dokter, dan profesi lainnya yang muaranya demi kesejahteraan bersama.

0 Response to "Gaji Guru Honorer dan APBN yang Terkuras"

Posting Komentar